Minggu, 03 Februari 2008

NEGERI KAMI TAK PERNAH DAMAI

Judul tulisan ini penulis terinspirasi oleh coretan seorang Remaja Palestina, "Negeri Kami Tak Pernah Damai". Demikian, ungkapan perasaan terdalam seorang remaja Palestina, di Tepi Barat Yerussalem di Negeri Israel.

Dalam akhir "Dunia Dalam Berita", di TVRI dalam tahun 1990-an, pernah memberitakan dalam siarannya, tentang sebuah tulisan, atau coretan di tembok, berasal dari seorang remaja Palestina, yang tertera ditepi jalan daerah itu, kemudian direkam oleh wartawan asing yang kebetulan melintas di wilayah itu. Lalu wartawan ini tertegun melihat, suara hati seorang anak remaja yang begitu mendalam, namun tidak begitu jelas.

Kepada siapa sasaran dari relung hati terdalamnya itu ditujukan anak remaja seusianya yang jarang dilakukan orang dimanapun itu? Yang begitu mendapati tanah air negerinya sedang kacau dan selalu perang? Bahkan ia dan remaja seusianya di paksa dan terpaksa harus berperang dan melawan dengan peralatan senjata tak seimbang.

Ia dan kaumnya melakukan perlawanan, batu dan ketapel adalah senjata perlawanan, remaja Intifadhah, dan HAMAS vursus Israel dengan senjata mutakhir, tank-tank dan senjata F16 nya. Siap mengancam nyawa, disetiap saat, disetiap tempat, didaerah pendudukan Israel (Palestina) jika ada perlawanan rakyat Palestina. Setiap remaja Palestina seusianya, yang harusnya, kalau dinegeri lain asyik belajar dan menjalani kehidupan penuh dengan cita-cita masa depan,sebagaimana umumnya remaja lain dunia.

Namun yang ia dapati adalah suatu Negeri yang terus kacau, berperang. Selalu ada darah, ada air mata, ada suara isak tangisan, seorang ibu yang kehilangan putranya oleh peluru tajam senjata Israel. Dimana-mana seluruh sudut Negeri, ada deru-deru bunyi senjata yang kecam tanpa perikemanusian. Adalah kenyataan senantiasa, yang didapati di negeri yang ia cintai, dimana ia dilahirkan. “Negeri Kami Tak Pernah Damai”, (PALESTINA). Demikian suara hatinya tanpa mengerti kenapa dirinya tidak seperti layaknya remaja di negeri lain. Dan kapan bisa damai kelak agar ia bisa hidup tanpa semua itu. Dan agar ia dapat merencanakan hidup kelak besar nanti.

Bunyi goresan tulisan di tembok tadi adalah suatu ungkapan yang tidak begitu memerlukan jawab dan juga tidak begitu jelas kepada siapa ditujukan, disini, kita sangat tergugah. Juga termasuk oleh wartawan asing yang kebetulan melintas dan merekam relung hati terdalam remaja Palestina ini. Tidak damai didapatinya disini, banyak orang dibunuh, tanah dirampas orang lain, tanpa ujung
pangkal kapan usai semua ini, semua belum begitu jelas baginya.

Malahan ia merasakan dan yang ada bahwa,"Negeri Kami Tak Pernah Damai", yang bagi kita, terlalu mendalam untuk difahami maksudnya. Apalagi untuk dimengerti oleh seorang remaja, yang masih jujur, tanpa dosa mendapati negeri leluhurnya penuh dengan desingan bunyi peluru dan senjata berat, darah, kematian setiap minggu, bahkan setiap hari dilaluinya tanpa ia harus mengerti salahnya.

Namun lebih dari itu bagi kita kepada siapa tulisan ini ditujukan, adalah suatu misteri lain bagi manusia sampai hari ini, yang pasti kalimat tulisan pendek ini memiliki makna yang sulit dilihat, dalam konteks penderitaan manusia, yang tidak di rasakan dan tidak dialami bangsa lain yang telah bebas dan merdeka negerinya. Makna terdalam kalimat ini ditujukan kepada yang Maha Hadir, Yang Maha Meliputi, yang transendental, yang tak terjangkau oleh akal manusia. Makna terdalam tulisan ini sama seperti yang dirasakan oleh mereka yang meminta suka politik di negeri orang. Bukankah demikian yang terjadi pada Remaja dan Mahasiswa di Papua saat ini?

Jangan tanya saya apa maksudnya dan hubungan dengan permintaan suaka bagi anak negeri yangtertindas dan terusir hanya semata-mata karena mereka punya tanah, tiada lain, dan menyatakan ini tanah air kami Bangsa Papua. Namun ada cerita singkat; Bahwa : Suatu ketika, Syekh Jalaluddin Ar-Rumi, dalam satu riwayat menyebutkan Syekh Jalaluddin Ar-Rumi, memberikan kuliah di suatu majelis halaqoh.

Dan riwayat lain menceriterakan Syekh, sedang membimbing para mahasiswanya, di suatu perpustakaan dengan berbagai kitabnya yang sangat lengkap. Tiba-tiba, muncul seorang tua yang menampakkan, bahwa ia adalah seorang udik yang sangat dekil dan kotor. Menandakan ia berasal dari dusun yang tak beradab. Karena itu ketika ia tiba dipintu dan masuk dalam ruang perpustakaan,untuk bergabung, ia diacuhkan atau dibiarkan begitu saja. Dia dianggap seorang badui yang pas lagi lewat dan ingin mendapat makanan sisa dari para mahasiswa majlis terhormat Syekh Jalaluddun.

Namun beberapa saat kemudian, begitu tiba-tiba, tanpa diduga, ia bertanya pada Sang Pangajar, (Syekh Jalaluddin Ar-Rumi), tentang apa nama kitab yang terdapat di sudut lemari yang ada di ruangan itu. Namun tidak demikian respont yang didapati, juteru sebaliknya. Sang Guru tidak menjawab atau mengatakan apa-apa untuk menjawab pertanyaan Sang Tua.

Karena orang seperti dirinya yang menunjukkan kumuh dan tak terpelajar tidak akan faham apapun yang akan dikatakan karena tidak bermanfaat dan juga membuang-buang waktu saja. Namun Sang Tua, menanyakan petanyaan sama kali ketiga, yang sesungguhnya, sangat mengganggu Majlis terhormat. Karena pesertanya dari berbagai negeri jauh yang menunjukkan kelas elit. Maka sambil lalu dan secara tidak serius ia jawab ala kadarnya saja dengan jawaban; Engkau tidak akan
mengerti!

Demikian Jawaban yang diberikan Sang Guru dihaloqoh itu. Jawaban demikian ini sangat menyinggung perasaan si Tua yang lusuh ini. Tak lama kemudian, tanpa pamit sebagaimana pada awal mula ia hadir secara baik-baik di tempat itu. Orang Tua yang lusuh dan udik ini beranjak pergi meninggalkan Majlis tanpa kata-kata. Disaat itu juga begitu tiba-tiba, buku yang ditunjuk dan diminta sebutkan namanya oleh Sang Pengajar Halaqoh tadi, terbakar begitu saja, membuat tidak mengerti Sang Guru Halaqoh.

Lalu Sang Guru meminta Sang Tua, apa gerangan, hingga ini tiba-tiba terbakar. Sambil berlalu dan beranjak pergi meninggalkan tempat itu, Sang Tua, dengan ucapan seperti juga jawaban Sang Guru, atas pertanyaan Sang Tua,; Engkau tidak akan mengerti! Ia meninggalkan majlis itu tanpa jelas kemana arah yang dituju, membuat tidak percaya dan bingung tapi juga tidak mengerti sang Guru Besar, (Syekh Jalaluddin Ar-Rumi).

Maka dari sini, lahirlah Karya Buku, syair-syair cinta, menandakan arti kerinduan mendalam Sang Guru pada Sang Tua, yang sangat terkenal dan masyhur, Jalaluddin Rumi, yakni Kitab; Syamsi At-Tabriz. Karena syair-syair cintanya yang sangat dasyat, mengharu-biru dan menderu-deru bagi hati yang tertawan akan kerinduan pada keelokan dan kemolekan Sang Kekasih Misterius.

Arti keindahan Syair Kitab Syamsi At-Tabriz, yang mendalam menunnjukkan disini, kerinduan Sang Guru Besar pada Sang Tua Misterius, yang dikemudian hari, menjadi guru sang guru besar. Banyak hikmah yang tidak pernah bisa kita mengerti dibalik semua ini.

Wallahu a'alam bishowab.

Tidak ada komentar: