1. Gerakan Mahasiswa Papua
Dalam tahun 2007 ini banyak gebrakan dilakukan oleh anak bangsa Papua Barat. Hal ini dapat dilihat dari misalnya aksi Benny Wenda dan kawan-kawan di Eropa, baik yang di Belanda dan Inggris, maupun Yacop Pray di Swedia cukup berarti artinya bagi kemajuan diplomasi issu Papua Barat. Hal demikian ini dapat menguntungkan masa depan pembangunan opini bagi dukungan internasional Papua Barat Merdeka. Keuntungan lainnya adalah masyarakat Ekonomi Eropa dapat meninjau kembali bantuan ekonomi kepada Indonesia. Selebihnya keuntungan aksi Benny Wenda CS di Eropa adalah pembangunan opini internasional bahwa ada bukan saja genosida tapi ekosida dan akhirnya masyarakat Ekonomi Eropa menjadi tahu akhirnya bahwa Indonesia menjajah bangsa Papua Barat.
Demikian juga dengan kemajuan dari anak-anak mahasiswa Papua Barat diberbagai kota study di Indonesia. Aksi turun ke jalan Mahasiswa Papua cukup merepotkan pemerintah kolonialis RI. Mahasiswa Papua di Jogja cukup agressif, walau kadang mereka harus berhadapan dengan gerakan garis keras Hizbut Thahrir yang anti Amerika dan Barat
dengan kedok membela negeri-negeri muslim seperti Indonesia. Demikian juga dengan mahasiswa Papua di ibukota Jakarta. Aksi-aksi serempak seluruh kota study se-Pulau Jawa-Bali sesering mungkin harus ditingkatkan. Karena langsung berhadapan dengan pengambilan keputusan nasional dan mudahnya publikasi media nasional dan Internasional ada di Ibu Kota Jakarta.
Mahasiswa Papua Barat harus berhadapan dengan rakyat Indonesia yang berkedok pembela tanah air kolonialis yang keras semisal FPI (Front Pembela Islam), yang membakar lambang bendera kebanggaan bangsa Papua Barat, Bintang Kejora. Demikian juga di Jakarta, mahasiswa Papua menembus pagar dan berhadapan langsung dengan aparat kemanan RI dengan senjata mematikan siap tembak bagi yang mendekati kedubes Amerika.
Kadang-kadang kita sulit membayangkan, tapi memang menggelar aksi turun ke jalan di kota Papua, misalnya di Manukwari oleh mahasiswa UNIPA atau di Abepura Jayapura, bukan tempat yang aman dan tanpa suatu keberanian aktivis. Ditanah jajahan aktivitas gerakan Papua Merdeka alamatnya adalah kematian dan kuburan siaga menjemput. Tapi keberanian anak-anak di Tanah jajahan (Papua Barat) yang langsung berhadapan dengan kekerasan aparat pertahanan keamanan RI yang kadangkala tak kenal ampun dan kasar. Mereka telah banyak membantu pergerakan perjuangan pembebasan tanah air Papua dan membuka mata dunia Internasional dengan aksi-aksinya yang turun ke jalan. Aksi di
kota Abepura dengan issu utama menutup PT Freeport sangat merepotkan SBY-Kalla, bahkan SBY tidak bersuara selama dua minggu saat aksi mahasiswa berlangsung serentak disemua kota study. Walaupun di pihak anak negeri telah meninggalkan banyak duka dan
luka dengan meninggalnya beberapa tokoh dan terusirnya beberapa aktivis mahasiswa dari negeri tanah tumpah darahnya sendiri.
2. Gerakan Perjuangan TPN/OPM
Kita sudah lama tahu bahwa saudara-saudara se-ras dengan kita di Pasifik telah lama diamankan baik untuk urusan suaka, pembukaan kedutaan negara Papua Barat, dan dukungan politik separasi Papua dari aneksasi NKRI telah lama dikuasai anak-anak OPM
sejak lebih dini. Sejak mula perlawanan OPM terhadap invansi dan aneksasi Indonesia atas Papua Barat sebahagian tokohnya sudah lama lari berjuang dan beraktivitas di negara tetangga semisal tokoh Tuan Andy Ayamiseba yang inteletual jenius tapi juga
sangat demokratis itu bersama Tuan Yusup Onawane di Vanuiatu dan Australia telah lama berhasil mempengaruhi baik pemerintahan berkuasa maupun dengan cara mendekati (lobby) partai oposisi pemerintah setempat sudah lama diusahakan.
TPN/OPM dirimba raya Papua secara sproradis letupan-letupan aksinya kadang merepotkan aparat TNI/POLRI adalah kebanggaan bahwa kekuatan Papua dapat diperhitungkan secara militer. Dalam kota Thaha Al-Hamid bersama OPM kota terus melakukan konsolidasi organisasi dengan berbagai kegiatan Munas juga sangat mengkhawatirkan penjajah (baca : Kolonialis), sehingga kerja sama antar organisasi/LSM semisal Elsham Papua yang mencoba menghadirkan anggota kongres Amerika beberapa waktu lalu adalah salah satu prestasi dan keberhasilan apabila suatu gerakan bila dilakukan dengan terorganisir baik maka sebesar dan sekuat apapun musuh dapat dikalahkan atau minimal diimbangi.
Tokoh agama Katolik perannya sangat membantu terutama laporan akan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Militer Indonesia di daerah Pegunungan Tengah Papua selama ini cukup bagus dan kita respek karenanya. Sama juga peran tokoh gereja Protestan misalnya Tuan Benny Giay, Sofyan Nyoman dan lain-lain. Partisipasi para tokoh Gereja mumbuat Jakarta kewalahan dan sekaligus ketakutan gerakan para tokoh-tokoh agama. Akhirnya di Papua terkesan institusi agama di intervensi oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah merasa perlu mengontrol lembaga agama adalah suatu hal yang sesungguhnya bertentangan namun itulah kenyataan di Papua Barat terjadi. Dari lembaga keagamaan Islam tidak kelihatan perannya.
Hampir tidak ada seorang intelektual dari Papua Amber melakukan ijtihad politik sebagaimana kita kenal di Afrika Selatan seorang tokoh nasonal dari negeri hitam itu yang berasal dari Sulawesi Selatan yang di buang oleh kolonialis Belanda ke Afrika
Selatan bernama Syeikh Yusuf Al-Makasari. Dalam pengasingannya di Afrika Selatan Syeikh Yusuf Al-Makkasari bersama Nelson Mandela melawan sistem politik Apharteid. Orang-orang BBM (Bugis, Buton dan Makasar) tidak coba membantu membangun gerakan
perjuangan sebagai sebuah ijtihad politik bersama-sama muslim pribumi untuk melakukan perlawanan tiranisme Indonesia. Dewasa ini belum ada bangunan oraganisasi perjuangan mendukung Papua merdeka oleh muslim Muhajirin di Tanah Papua. Kecuali- Muslim Pribumi -belakangan dalam kongres perdananya Majelis Muslim Papua membuat suatu gebrakan baru sebagai kekuatan islam mendukung Papua "M" membuat ketakutan para pejabat negara Indonesia yang mayoritas muslim.
Selama ini organisasi HMI, IMM, PMII dan KAMMI di kampus-kampus di tanah jajahan lebih mengedepankan nasionalisme yang sesungguhnya dilihat dari aqidah islam adalah isme yang musyrik dan bertentangan dengan tujuan khilafah islamiyyah sunni sebagai
anutan terbanyak penduduk muslim Asia Tenggara ini. Organsasi-oraganisasi kemahasiswaan di Papua umumnya hanya serimonial dan tidak ada kajian dengan
melahirkan para kadernya dengan pemikiran mendalam adalah salah satu pemicu utama miskinnya mahasiswa muslim Papua tidak melahirkan experimentasi pemikiran diluar dari stagnasi wacana Indonesia sebagai satu-satunya tolak ukur para aktivisnya.
3. Aksi Serempak
Aksi serempak selama ini lebih banyak dilakukan hanya kalangan mahasiswa yang disponsori oleh AMPTI, AMP Internasional dan Front Pepera PB, sehingga tidak melibatkan semua rakyat Papua Barat mulai dari kampung hingga ke kota-kota tanah jajahan. Aksi serempak adalah suatu gerakan massal yang sangat penting mengusir penjajah dari Tanah Air Papua. Kita saksikan bahwa belakangan ini nampak dengan hasil mengembirakan bahwa issu mendeskreditkan aparat pertahanan NKRI (baca: TNI/POLRI) di Papua sangat bagus dan ini menguntungkan Papua Barat. Diantara pembangunan opini bagus yang telah kita berhasil bangun itu adalah issu penyebaran HIV/AIDS dan makanan beracun oleh aparat Militer Indonesia. Kedepan issu pencurian Sumber Daya Alam yang sangat merajalela saat ini juga menjadi tema yang penting, hanya bagaimana dikemasnya hingga menjadi opini publik untuk memojokkan Indonesia dimata internasional.
Aksi serempak secara sistematis dan perlawanan rakyat seperti sekarang dengan issu utama keracunan makanan dan minuman oleh TNI/POLRI merupakan kemenangan rakyat dan OPM. Kedepan harus dikembangkan lagi penggalanagan massa hampai ke akar rumput, dari kampung-kampung samapai ke kekota, di seluruh tanah jajahan, Papua Barat, bukan tidak mungkin terjadi revolusi. Tinggal bagaimana menggalangnya adalah tugas dan tanggung jawab bersama kita.
4. Kesimpulan
Pelanggaran HAM berat di Abepura, kalau kita memiliki jaringan oraganisasi perlawanan sampai masyarakat akar rumput, sudah harusnya di bangun dan mungkin sudah lama revolusi harusnya. Sekarang saja hanya dengan issu sama atau lain yang intinya memojokkan akan ketidaksukaan atau menolak kehadiran TNI/POLRI di Tanah Papua Barat terus diusahan dan dikembangkan pada sektor lain. Jika terjadi semacam pendidikan politik secara merata bagi penduduk dan semua orang Papua termasuk pemerintah daerah sebagai tangan panjang Jakarta-Indonesia (walau mereka semua tetap OPM), sebenarnya bagus hanya kehadiran pasukan non organic militer Indonesia tidak banyak kemampuan birokarat kita mau kompak dengan rakyat dan mahasiswa Papua.
**** ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar