Selasa, 15 Maret 2011

REKONTRUKSI MAJELIS RAKYAT PAPUA (MRP)

Oleh:  Ismail Asso*

REFORMASI MRP

MRP adalah institusi pure cultural (asli) Papua harus dijauhkan atau menjauhkan diri dari unsur asing. Pekiran ini berawal refleksi pribadi tatkala memperhatikan sikap pasrah (vatalistik) orang Papua yang menyerahkan nasib kemerdekaan pada Tuhan. Sikap pasrah berlebihan mesianistik itu akibatnya rakyat Papua menanti keadilan Tuhan. Sikap vatalisme rakyat Papua itu misalnya impian utopis, yang berarti harapan kosong, menanti Tuhan membebaskan Papua dari ketidakadilan yang dirasakannya.

Melalui agama-agama besar dunia yang dibawa datang orang dan diajarkan pada rakyat Papua mengakibatkan hati dan pikiran orang Papua harus sabar menanti kebaikan hati Tuhan datang membebaskan nasib orang Papua. Tapi harapan pembebasan dan kemerdekaan bangsa Papua oleh Tuhan, sesungguhnya hanyalah suatu sikap utopia (mimpi) belaka tanpa pernah benar-benar bisa terwujud. Apapun agama dan  penganutnya, umat beragama harus sadar bahwa harapan itu palsu belaka.

Kita harus bangkit kembali menentukan nasib sendiri tanpa sikap pasrah memelas menyerahkan nasib pada Tuhan. Agama memberikan impian kosong dan harapan-harapan semu bahkan harapan palsu bahwa Tuhan seakan datang membebaskan nasib rakyat Papua dari penjajahan dan penindasan yang dirasakannya sejak Papua diintegrasikan kedalam wilayah NKRI adalah sikap keliru.

Hal ini berbahaya mengingat agama Tuhan yang mulia itu diperkosa dalam bahasa dan lisan manusia, dalam kenyataannya orang papua, melalui agama banyak berharap berlebihan pada : “Tuhan akan datang”, atau “menunggu Tuhan bekerja”, untuk membebaskan bangsa Papua dari nasib penjajahan.


Tuhan akan datang untuk membebaskan bangsa Papua. Agama dianggap tempat nyaman karena memberi harapan, bahwa Tuhan datang akan membebaskan bangsa Papua. Padahal sesungguhnya konsepsi Tuhan yang kita tahu, karena diberitahu, melalui agama pada hakekatnya, justeru sebaliknya, membelenggu kebebasan dan pembebasan nasib rakyat Papua sendiri atas sikap harap dan pasrah itu.

Agama dan Tuhan dijadikan tempat "pelarian" atas ketidak mampuan orang Papua me-merdeka-kan diri sendiri, atas penindasan, persis seperti dimaksudkan Karl Max, dalam struktur clas sosial pekerja dan pemilik modal. Dalam batas-batas tertentu agama di Papua, bisa dicurigai, terlibat kolonisasi. 



Agama bukan saja alat legitimasi, tapi malah berperan mempersubur sikap pasrah orang Papua. Sehingga penjajahan itu bukan saja berlarut-larut, tetapi menambah beban penajahan. Rakyat Papua diamati secara seksama dari jarak sangat dekat sampai batas terlibat langsung, didalam penghayatan agama kita tidak bisa menyangkal kenyataan bahwa agama harus diduga sangat bertanggungjawab sebagai bagian dari penjajahan itu sendiri.

 Truth Cliem

Masing-masing agama mengajarkan pemeluknya bahwa diluar agama mereke tidak ada keselamatan. Hampir semua agama besar dunia seperti islam, kristen dan yahudi mengajarkan dogma trush cliem bahwa : “Diluar agama kami salah, agama kami yang paling benar. Agama lain tidak boleh berkembang. Agama lain harus dicegah agar jangan ada". Maka kita harus meng-agamakan mereka dengan agama kita. Karena agama orang lain,  pada dasarnya agama yang salah. Maka harus diwaspadai".

Demikian watak agama yang mejadi kesadaran para penganutnya diajarkan agama besar dunia. Bahwa masing-masing agama mengajarkan agamanya  yang paling benar lain salah. Semua agama besar dunia truth cliem, dan mendoktrin penganutnya. Dan itu semua ada dan terjadi pada semua penganut agama satu  kepada pemeluk agama diluar agama dia.

HAPUS MRP UNSUR AGAMA

MAJELIS RAKYAT PAPUA (MRP) adalah institusi REFRESENTASI cultural rakyat PRIBUMI 270 suku Papua. Maka MRP harus direcontruksi (dibenahi kembali) kembali, agar lembaga ini benar-benar merefresentasikan cultural Rakyat Papua. MRP jangan terkontaminasi dengan unsur asing yang bukan Papua sebagai Papua atau sebaliknya.


MRP unsur agama yang ada saat ini menurut hemat saya tidak merefresentasikan MRP sebagai lembaga Asli Rakyat Papua. Sebab bagi orang Papua Agama adalah gejala baru dan bukan unsur pure (asli) Papua. Oleh sebab itu pameo bahwa Adat ada dulu baru agama dan pemerintah datang (amber) dalam kebudayaan Papua.

Jika saat ini ada unsur perwakilan agama itu bertentangan dengan MRP sendiri sebagai lembaga refresentasi kultural Rakyat Papua. Mengapa? Karena agama bukan unsur Asli Papua. Faktanya hampir 80% rakyat Papua digunung menghayati nilai-nilai lama sebagai nilai yang hidup, sama dengan agama,  yang dibawa datang Para Missionaris dan Pedagang dari Timur Tengah. MRP harus benar-benar konsisten sebagai lembaga Adat, bukan nilai asing baru bukan Papua.

Karena itu menurut hemat saya unsur perempuan juga tidak relevan, karena harus ada unsur laki-laki. MRP unsur agama dan unsur perempuan bertentangan dan tidak relevant kalau MRP sebagai lembaga Adat Papua. Mengingat Agama bukan made in Papua tapi sesuatu yang asing dan baru dalam gelaja pembangunan nasional yang berlangsung kini.

Kita semua harus membedakan mana unsur asli Papua dan bukan unsur asli Papua. Harusnya perwakilan Agama dihapus dan diganti dengan perwakilan unsur Pemuda. Sehingga unsur-unsur asing dibuang dan unsur asli diperkokoh guna menjaga keaslian Papua.

Sesuai amanat UU Otsus Papua No 21 tentang pemerintahan sendiri dan Perimbangan Keuangan pusat dan daerah. Maka pembangunan dengan pendekatan keberpihakan pada penduduk Asli Papua mutlak perlu. Caranya adalah dengan memberikan ruang dan tempat seluas-luasnya pada pribumi Papua diberbagai lembaga pemerintahan maupun dalam bidang ekonomi.


Sehingga secara sistematis desakan dan suar-suara Otsus gagal, refrendum, diantisipasi secara sistematis. Harus diingat bahwa proteksi politik dan ekonomi, sosial-budaya dan hukum pada penduduk asli harus menjadi prioritas utama semua pihak, baik pemerintah pusat dan daerah era Otsus ini. Jika tidak Otsus sama sekali tidak bermakna bagi penduduk Pribumi Papua.

Kebijakan pemerintah pusat memberikan Otsus bukan sesuatu yang asing dalam kebijakan pembangunan nasional dimanapun dunia. Dibanyak negara yang memiliki sejarah konflik internal kebangsaannya kebijakan seperti ini sesuatu yang biasa dan dilakukan. Untuk tidak jauh-ambil contoh adalah Bogin Villa dari negara jiran PNG.


Dan itu penting artinya bagi masyarakat Papua agar mereka membangun dirinya sendiri sesuai semangat dan amanat UU Otsus Papua. Sebab pengembalian Otsus oleh sebahagian masyarakat Papua, kesejahtreaan adalah tolak ukurnya. Mengingat selama 11 tahun Otsus Papua berjalan Rakyat Papua tetap saja miskin dan terbelakang.

Oleh sebab itu sebagai bagian dari pembenahan semua sistem kebijakan dalam pembangunan Papua sesuai UU Otsus maka urusan pemerintahan dan pengelolaan sepenuhnya diserahkan pada Rakyat Papua sendiri tanpa intervensi oleh pusat adalah maha amat penting. Mengapa? Sebab rakyat Papua sejauh ini merasa bahwa Otsus gagal karena gagal mensejahterakan penduduk Pribumi.


Dalam banyak lapangan kerja misalnya BUMN dan juga pemrintahan Otsus masih ada gejala despotisme dan intervensi negara dan pemerintah pusat sangat tinggi. Wajar jika akibatnya banyak pihak menilai Otsus gagal dan MRP pada bulan Juli tahun 2010 lalu telah mengembalikannya.

Oleh sebab itu guna menimalisirt intervensi unsur asing dalam budaya dan Adat masyarakat Papua apalagi MRP adalah refresentasi cultural (adat-budaya) Papua maka yang harus duduk dan mewakili lembaga Adat-Budaya Papua harus yang benar-benar budaya dan Adat Asli Papua.


Konsekuensinya maka unsur utusan MRP mana saja yang boleh dan berhak diwakilkan Rakyat Papua dari unsur asli bukan unsur asing dan baru dalam kebudayaan dan Adat Rakyat Papua. Maka utusan wakil agama dalam tubuh MRP kedepan harus dihapus dan diganti dengan unsur lain atau unsur pemuda Papua agar MRP benar-benar warna budaya Papua Asli, bukan sesuatu yang asing dan baru dalam budaya orang Papua dilembaga ini.

Pemuda adalah unsur penting diwakilkan dalam MRP kedepan sebagaimana unsur utusan perempuan yang berjalan selama ini, walau bukan dianggap budaya Papua. Unsur apa saja lapisan masyarakat adat yang berhak dan diutus perwakilan dalam MRP kedepan  menjadi agenda para kaum cendekia Papua. Misalnya batasan Orang Pribumi Papua. Lalu batasan apa dan bagaimana atau siapa saja yang dimaksudkan dengan budaya asli Papua.

Penting diperhatikan disini adalah dibelakang alasan fundamental dari proses purefikasi MRP sebagai institusi cultural rakyat Papua urgen disini. Bukan sesuatu yang asing dalam budaya asli Papua. Purifikasi menjadi kesadaran bahwa ada pintu masuk unsur asing didalam lembaga keaslian papua adalah pintu masuk mengacaukan keaslian Adat-Budaya Papua penting diwaspadai bersama.


Unsur itu adalah perwakilan unsur agama. Karena itu kedepan perwakilan unsur agama dihapus dan diganti dengan unsur pemuda. Maka MRP kedepan benar-benar lembaga keterwakilan (refresentasi) culrural (Adat-Budaya) Papua. Dan langkah ini dianggap dan dimaknai sebagai langkah maju yang harus segera dilakukan untuk menjaga Papua unik dalam Indonesia dengan keontetikan Adat-Budayanya.

Rekontruksi dan Inovasi MRP yang dimaksudkan disini adalah agar kedepan ada kemauan orang Papua sendiri sadar mana unsur asli dan asing agar dengan tahu dan sadar itu sebagai pintu masuk proses contruksi total unsur-unsur apa saja yang dianggap Papua dan bukan dianggap pure (asli) Papua untuk ditata ulang wajah MRP kedepan.


Agar MRP benar-benar berwajah Asli Papua. Innovasi (pembaharuan) MRP karena itu sangat penting mendesak sebagai bagian dari proses pureficate secara fundamental total harus dilakukan. Langkah-langkah revolusioner ini harus dilakukan oleh tidak saja anggota MRP baru tapi bersama-sama seluruh element komponent komunitas rakyat Papua 270 suku dan bahasa Papua.

USULAN KONKRIT

Utusan MRP unsur agama harus diganti dengan utusan unsur PEMUDA atau unsur lain. Demikian ini sebagai bagian dari usaha merekontruksi dan innovasi institusi MRP sebagai refresentasi cultural Rakyat Pribumi Asli asal Papua. Sebab dalam pengertiannya budaya menyangkut bahasa, mata pencaharian, seni, kepercayaan dan keterampilan suatu bangsa.


Maka agama apapun yang baru datang dan berkembang di Papua adalah semuanya unsur asing dalam Adat-Budaya Papua. Maka kalau kita mau konsisten dengan institusi ini benar-benar sebagai refresentasi cultural orang Papua. Majelis Rakyat Papua (MRP) unsur AGAMA (Islam, Katolik dan Protestan) yang dijatah wakilnya duduk di MRP periode masa lalu sesungguhnya bukan unsur pure (asli) made in Papua.

Mengingat agama pintu masuk unsur asing dalam adat-budaya Papua guna mengotori nilai-nilai keaslian Papua yang hakiki. Jika unsur agama dibiarkan tetap ada dan masuk dalam perwakilan MRP maka implikasinya buruknya adalah UU PERDASUS MRP BABA III Pasal 4 ayat 1 poin (a). “Percaya Kepada Tuhan YangMaha Esa”, dan seterusnya sampai point d masuk sebagai bentuk intervensi negara pada lembaga ADAT yang tidak perlu harusnya.

Karena itu kedepan MRP wakil Agama harus ditiadakan atau diganti dengan unsur perwakilan PEMUDA Papua. Karena jika dibiarkan unsur agama tetap ada maka sesungguhnya kita sama saja tidak konsisten dengan apa yang kita sebut MRP sebagai institusi cultutal rakyat Pribumi Papua suku bangsa Melanesia. Dan ingat UU PERDASUS MRP tahun 2010 lalu dan masuknya pasal 4 ayat 1 point a, b, c dan d adalah salah satu bentuk intervensi negara dalam ADAT-BUDAYA Papua.

Demikian ini penting untuk perhatian semua agar ada perbaikan MRP kedepan. Catatan : Biarlah agama sesuatu yang suci tanpa dikotori manusia demi ambisi politik. Agama berdimensi transendental jika dibawa turun ke bumi maka hanya pada tataran moral etik bukan praktis politik yang akhirnya mengotori kesucian dan kebaikan agama bagi semua dan universal.

*Ismail Asso, Ketua Umum Forum Komunikasi Muslim Pegunungan Tengah Papua (FKMPT) Papua. Bisa dihubungi melalui kontak HP : 081383418655

Senin, 14 Maret 2011

SELURUH RAKYAT PAPUA HARUS BERSATU MENYONGSONG INI




Dalam satu wawancara Amien Rais dengan BBC London pada 11 April 2010. Berikut ini petikan berita penting tersebut:

“BBC London telah menyiarkan wawancara dengan Amien Rais yang mengatakan bahwa Papua sudah sangat sulit untuk dipertahankan di dalam NKRI karena sudah lebih dari 40 tahun lamanya daerah itu dijarah, dirampok, bahkan uang otsus jadi neraka buat rakyat Papua, sementara Gubernur, Bupati, Walikota jadi boneka Jakarta.”

“Rakyat Papua sudah marah besar kepada Jakarta, bahayanya sebentar lagi ada referendum, maka 100% rakyat Papua akan memilih lepas dari NKRI.

Rakyat Papua sudah muak dengan kelakuan para pemimpin Republik ini, karena korupsi, intimidasi, penipuan, rekayasa, dstnya.

Jangan kaget kalau sebentar lagi kita akan ucapkan goodbye for you Bangsa Papua menyusul Timor Leste untuk merdeka, aman dan damai, Wallahualam.”

April 11, 2010

Sumber : " http://us.mc1207.mail.yahoo.com/mc/showMessage?sMid=0&fid=Inbox&sort=date&order=down&startMid=0&filterBy=&noajax=&.rand=1656151978&midIndex=0&mid=1_928445_ANRSimIAAVirTWOV2gWehXyAp%2Bo&f=1&fromId=hoves2005@yahoo.co.id&m=1_928445_ANRSimIAAVirTWOV2gWehXyAp%2Bo,1_929551_ANdSimIAAKPDTWPYlweerW8Kr30,1_930707_ANVSimIAAEnUTWOm5A3oGgvqJLA,1_931610_AH1TimIAAXcmTWODIQHSYn%2FxQd0,1_932562_AN5SimIAAE99TWP5DQS3ekcJ18Q,1_933349_AH9TimIAAH5pTWOczgBUi2wTQMM,.