Minggu, 03 Februari 2008

MEMBANGUN GERAKAN SISTEMATIS

Pembagunan Opini

Dalam tahun 2007 ini banyak gebrakan dilakukan oleh anak-anak, bangsa Papua Barat. Hal ini dapat dilihat dari misalnya aksi Benny Wenda dan kawan-kawan di Eropa. Aksi dari bawah mereka, baik yang di Belanda dan Inggris cukup berarti artinya bagi kemajuan diplomasi issu Papua Barat. Hal demikian ini dapat menguntungkan, terutama dalam hal pembangunan opini public internasional, untuk masa depan pembangunan dukungan internasional Papua Barat Merdeka. Keuntungan lainnya adalah Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dapat meninjau kembali bantuan ekonomi kepada Indonesia. Selebihnya keuntungan aksi Benny Wenda CS di Eropa adalah pembangunan opini internasional bahwa ada genosida dan Indonesia menjajah bangsa Papua Barat.

Demikian juga kemajuan dari anak-anak mahasiswa Papua Barat diberbagai kota study di Indonesia cukup merepotkan pemerintah kolonialis Republik Indonesia (RI). Ada sedikit kesan pribadi saya, memiliki nilai lebih, yakni : Mahasiswa Papua di Jogja cukup agressif dan membanggakan walau kadang mereka harus berhadapan dengan gerakan garis keras Hizbut thahrir yang anti Amerika dan Barat dengan kedok membela negeri-negeri muslim seperti Indonesia. Mahasiswa Papua Barat harus berhadapan dengan rakyat Indonesia yang berkedok pembela tanah air kolonialis yang keras semisal FPI yang membakar lambang bendera kebanggaan Bintang Kejora. Demikian juga di Jakarta, mahasiswa Papua menembus pagar dan berhadapan langsung dengan aparat kemanan RI dengan senjata mematikan siap tembak bagi yang mendekati kedubes Amerika.

Kadang-kadang kita sulit membayangkan keberanian anak-anak di Tanah Jajahan yang langsung berhadapan dengan kekerasan aparat pertahanan keamanan RI yang kadangkala tak kenal ampun dan kasar. Mereka telah banyak membantu pergerakan perjuangan pembebasan tanah air Papua dan membuka mata dunia Internasional dengan aksi-aksinya yang terus turun ke jalan. Aksi di kota Abepura dengan issu utama menutup PT Freeport sangat merepotkan SBY-Kalla, bahkan SBY tidak bersuara selama dua minggu saat aksi mahasiswa berlangsung serentak disemua kota study. Walaupun di pihak anak negri telah meninggalkan banyak duka dan luka dengan meninggalnya beberapa tokoh dan terusirnya beberapa aktivis mahasiswa dari negeri tanah tumpah darahnya sendiri.

Kita sudah lama tahu bahwa saudara-saudara se-ras dengan kita di Pasifik telah lama diamankan baik untuk urusan suaka, pembukaan kedutaan negara Papua Barat, dan dukungan politik separasi Papua dari aneksasi NKRI telah lama dikuasai anak-anak OPM sejak lebih dini. Sejak mula perlawanan OPM terhadap invansi dan aneksasi Indonesia atas Papua Barat sebahagian tokohnya sudah lama lari berjuang dan beraktivitas di negara tetangga semisal tokoh Tuan Andy Ayamiseba yang inteletual jenius tapi juga sangat demokratis itu bersama Tuan Yusup Onawane di Vanuiatu dan Australia telah lama berhasil mempengaruhi baik pemerintahan berkuasa maupun dengan cara mendekati (lobby) partai oposisi pemerintah setempat sudah lama diusahakan.

TPN/OPM dirimba raya Papua secara sproradis letupan-letupan aksinya kadang merepotkan aparat TNI/POLRI adalah kebanggaan bahwa kekuatan Papua dapat diperhitungkan secara militer. Dalam kota Thaha Al-Hamid bersama OPM kota terus melakukan konsolidasi organisasi dengan berbagai kegiatan Munas juga sangat mengkhawatirkan penjajah (baca : Kolonialis), sehingga kerja sama antar organisasi/LSM semisal Elsham Papua yang mencoba menghadirkan anggota kongres Amerika beberapa waktu lalu adalah salah satu prestasi dan keberhasilan apabila suatu gerakan bila dilakukan dengan terorganisir baik maka sebesar dan sekuat apapun musuh dapat dikalahkan atau minimal diimbangi.

Tokoh agama Katolik perannya sangat membantu terutama laporan akan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Militer Indonesia di daerah Pegunungan Tengah Papua selama ini cukup membanggakan kita dan kita respek karenanya. Sama juga peran tokoh gereja Protestan misalnya Tuan Benny Giay, Sofyan Nyoman dan lain-lain. Partisipasi para tokoh Gereja mumbuat Jakarta kewalahan dan sekaligus ketakutan gerakan para tokoh-tokoh agama. Akhirnya di Papua terkesan institusi agama di intervensi oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah merasa perlu mengontrol lembaga agama adalah suatu hal yang sesungguhnya bertentangan namun itulah kenyataan di Papua Barat terjadi. Dari lembaga keagamaan Islam tidak kelihatan perannya.

Hampir tidak ada seorang intelektual dari Papua Amber melakukan ijtihad politik sebagaimana kita kenal di Afrika Selatan seorang tokoh nasonal dari negeri hitam itu yang berasal dari Sulawesi Selatan yang di buang oleh kolonialis Belanda ke Afrika Selatan bernama Syeikh Yusuf Al-Makasari. Dalam pengasingannya di Afrika Selatan Syeikh Yusuf Al-Makkasari bersama Nelson Mandela melawan sistem politik Apharteid. Orang-orang BBM (Bugis,Buton dn Makasar) tidak coba membantu membangun gerakan perjuangan sebagai sebuah ijtihad politik bersama-sama muslim pribumi melakukan perlawanan tiranisme Indonesia. Dewasa ini belum ada bangunan oraganisasi perjuangan mendukung Papua merdeka oleh muslim Muhajirin di Tanah Papua. Kecuali- Muslim Pribumi -belakangan dalam kongres perdananya Majelis Muslim Papua membuat suatu gebrakan baru sebagai kekuatan islam mendukung Papua "M" membuat ketakutan para pejabat negara Indonesia yang mayoritas muslim.

Selama ini organisasi HMI, IMM, PMII dan KAMMI di kampus-kampus di tanah jajahan lebih mengedepankan nasionalisme yang sesungguhnya dilihat dari aqidah islam adalah isme yang musyrik dan bertentangan dengan tujuan khilafah islamiyyah sunni sebagai anutan terbanyak penduduk muslim Asia Tenggara ini. Organsasi-oraganisasi kemahasiswaan di Papua umumnya hanya serimonial dan tidak ada kajian dengan melahirkan para kadernya dengan pemikiran mendalam adalah salah satu pemicu utama miskinnya mahasiswa muslim Papua. Sehingga tidak melahirkan experimentasi pemikiran diluar dari stagnasi wacana Indonesia sebagai satu-satunya tolak ukur para aktivisnya.

Aksi Serempak

Aksi serempak selama ini lebih banyak dilakukan hanya kalangan mahasiswa yang disponsori oleh AMPTI, AMP Internasional dan Front Pepera sehingga tidak melibatkan semua rakyat Papua Barat mulai dari kampung hingga kota-kota tanah jajahan. Aksi serempak adalah suatu gerakan massal yang sangat penting untuk mengusir penjajah dari Tanah Air Papua. Kita saksikan bahwa belakangan ini nampak dengan hasil mengembirakan bahwa issu mendeskreditkan aparat pertahanan NKRI (baca: TNI/POLRI) di Papua sangat bagus dan ini menguntungkan Papua Barat. Diantara pembangunan opini bagus yang telah kita berhasil bangun itu adalah issu penyebaran HIV/AIDS dan makanan beracun oleh aparat Militer Indonesia. Kedepan issu pencurian Sumber Daya Alam yang sangat merajalela saat ini juga menjadi tema yang penting, hanya bagaimana dikemasnya hingga menjadi opini publik untuk memojokkan Indonesia dimata internasional.

Aksi serempak secara sistematis dan perlawanan rakyat seperti sekarang dengan issu utama keracunan makanan dan minuman oleh TNI/POLRI merupakan kemenangan rakyat dan OPM. Kedepan harus dikembangkan lagi dengan issu sama atau lain yang intinya memojokkan akan ketidaksukaan atau menolak kehadiran TNI/POLRI di Tanah Papua Barat terus diusahan dan dikembangkan pada sektor lain. Jika terjadi semacam pendidikan politik secara merata bagi penduduk dan semua orang Papua termasuk pemerintah daerah sebagai tangan panjang Jakarta-Indonesia, sebenarnya bagus hanya kehadiran pasukan non organic militer Indonesia tidak banyak kemampuan birokarat kita mau kompak dengan rakyat dan mahasiswa Papua. Satu hal penting dan menjadi krisis adalah elaborasi dalam aksi untuk menindak lanjuti aksi-aksi mahasiswa, justeru tidak ada kesatuan dan persatuan ditingkatan elit, apakah di sambut oleh PDP atau MRP ataukah TPN/OPM adalah pertaanyaan senantiasa, tapi paling penting, kalau para pemimpin mendarinya bukan ?

Tidak ada komentar: