Minggu, 03 Februari 2008

KEMERDEKAAN BERFIKIR

BERFIKIR RASIONAL

Langsung saja, saya tawarkan kepada komunitas papua, terutama mahasiswa/insan akademik Papua. Dari pada putar-putar ditempat yang tidak menyelesaikan masalah, padahal soalnya adalah pemekaran. Tapi dalam diskusi yang sudah sering diamati selama ini, kita orang Papua, kesan saya sangat kurang membaca buku, atau juga tidak pernah membaca buku; terutama ilmu logika, filsafat, atau ilmu sosial lainnya.

Akibatnya dalam diskusi kita berebut, tahu menasehati, tapi tidak tahu, kalau nasehatnya itu sangat rapuh, untuk tidak mengatakan tidak pantas, karena argumentasinya selalu tidak logis dan tidak solutif, sehingga buat masalah baru. Demikian yang saya amati dari ketersinggungan saudara "West Papua For Ever for me", karena menurut saudara wp-4ever4me bahkan terlalu jauh melenceng sampai mengabaikan etika komunikasi.

Kesan saya diskusi yang dibangun tidak berangkat dari keteraturan logika yang tepat, akibatnya tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah, akibat lebih jauh, hingga menjadi buruk, bahwa argumentasi tanpa landasan ilmu logika yang tepat akan menghasilkan kenyataan ini; terkesan kita berputar-putar pada soal yang sesungguhnya bukan esensi.

Hal ini disebabkan oleh karena kita sangat kurang sekali memiliki keteraturan kerangka logika dalam berwacana dalam argumentasi yang kita bangun kita bangun. Sehingga akibatnya selain membias kemana-mana sebagai akibat kerugian dari gaya berfikir kita seperti itu, sehingga tidak menyelesaikan tema diskusi yang kita bangun, tapi sudah merembet kemana-mana dan masing-masing berkutat pada masalah pinggiran yang bukan esensi.

Bahkan kuat diduga, kalau ini memang betul ada; bahwa menasehati yang sesungguhnya tidak layak, (padahal menurut saya: nasehat baikmu itu sebaiknya disimpan saja, untuk anakmu kelak lebih bermanfaat engkau nasehati daripada menasehati yang orang lain, karena memang sesungguhnya tidak layak dinasehati, begitu bukan?), menggurui, diri sendiri lebih benar. Semua masalah ini disebabkan karena satu masalah yang kurang dari diri kita sendiri yaitu cara berfikir rasional.

PESAN DAN HARAPAN

Untuk memajukan cara berlogika baik, teratur, sistematis, sehingga dalam membangun suatu argumentasi dalam berdebat atau berdiskusi antar sesama saudara kita, penting diperhatikan adalah sajian argumentasi kita, apakah kita bangun diatas mitos, dogma, atau irrasional adalah menunjukkan kita masih belum tercerahkan.

Karena itu tips berikut ini sebagai resep dapat dicoba minum tapi jangan sampai extace (mabuk) atau meminjam istilah Bung ; Wimalom adalah "onani pemikiran". Resep obat itu adalah membaca buku 1000 judul buku tentang ilmu logika, filsafat, sosial, politik dan lain-lain.

Dalam satu minggu dapat dibaca 3 judul buku misalnya filsafat Yunani, terus .... 3 judul lagi minggu berikutnya, terus sampai satu bulan, satu tahun kita sudah dapat membaca 200 judul atau minimal 50 judul buku saja, saya yakin, cara diskusi dan kerangka logika berfikir kita menjadi runut, tertib, tepat akhirnya solutif, bukan putar-putar jauh melenceng.

Saya yakin komunitas papua dalam milis ini semua kalau ikuti saran ini, pasti semua akan menjadi tercerahklan semua. Sehingga orang lain tidak menganggap, orang Papua lemah dalam berfikir, tidak kontenmplatif, dangkal dalam menganalisis dan lain sebagainya. Dampak positifnya lansung adalah cara berfikir kita menjadi rasional, tidak dogmatis, mempertanyakan kembali kepercayaan pada Tuhan, percaya pada hari kiamat, percaya pada sorga neraka.

Semua ini adalah irrasional yang kebenarannya tidak dapat dibuktikan secara empirik. Ada Tuhan apa tidak, sesungguhnya existensi Allah, sorga-neraka, hari kiamat, malaikat, yang semua berdimensi iman/dogma adalah sesungguhnya irrasional atau tidak masuk akal. Maka menurut logika Tuhan itu ada apa tidak? Dia ada, dimana? Dimana-mana.

Jawaban Haji, ustadz, pastor atau pendeta selalu dan selamanya dari dulu hingga kita mati pada waktu yang akan datang seorang agamawan yang dogmatis-irrasional selalu dan selamnya akan menjawab seperti itu terus-menerus. Sekarang menggunakan kerangka ilmu logika kita mencari tahu kebenaran ajaran/dogma ini. Apakah jawaban Haji/Ulama, Ustadz, pendeta, pastor, logis apa tidak?

Tidak ada komentar: