A. PENDAHULUAN
Konsep Nasionalisme, Suku Dani Baliem Selatan, adalah salah satu aspek budaya dari budaya-budaya Papua. Karenanya tidak ada pretensi sedikitpun penulis disini mengganggap bahwa budaya Dani, Baliem Selatan adalah satu-satunya pandangan,Karena setiap pandangan manusia, selalu dan selamanya pandangan parsial, tidak comprehenshif sekaligus. Karena menyangkut unsur subyektivitas, tempat dan waktu yang selalu dan selamanya, yang berarti juga mengandaikan relativitas pandangan manusia.
Konsep (pandangan) yang ingin diperkenalkan disini, dapat mewakili salah satu, dari sekian banyak pandangan masyarakat Papua, yang pada dasarnya sama dan mirip. Oleh karena itu, yang ingin dicoba tampilkan disini adalah salah satu dari sekian pandangan yang sesungguhnya jika diamati berada pada satu titik sentral, yakni manusia Papua yang mengganggap bahwa dirinya dan semua suku-suku lain bangsa Papua dalam mithologinya menganggap berasal dari satu sumber asal kejadian geneologis). Ini dapat pula berarti dalam pandangan mithologi manusia Papua; Semua umat manusia, adalah satu nenek moyang atau satu sumber asal mula muncul dimuka bumi.
Pandangan demikian didapati dalam budaya atau religi Baliem Selatan. Ketika awal mula manusia muncul dimuka bumi, di daerah Wesapot/Maima, daerah Lembah Baliem Selatan adalah salah satu dari berbagai mithology, semua suku-suku Papua yang ingin diangkat dalam tulisan ini guna mencari akar sejarah manusia Papua, guna mencari definisi nasionalisme dalam perspektif budaya Papua yang Asli.
Namun dengan transformasi nilai-nilai baru yang berdampak pada perubahan konsepsi, apalagi, kita selamanya tidak dapat mempertahankan konsepsi, misalnya mythology asal mula kejadian manusia, yang berarti asal kejadian diri kita sendiri, sebagaimana konsepsi lama, oleh akibat tawaran dan nilai-nilai ideal, hidup baru, yang ditawarkan dari luar, mengaku lebih yang terbaik. Sehingga tidak dapat sepenuhnya kita bebas nilai-nilai transformasi baru. Perubahan zaman serta transformasi nilai-nilai baru dapat pula bergeser dari nilai-nilai lama yang berorientasi pada masa lalu dalam budaya bangsa Papua dan usaha manusia Papua yang terus menerus ingin mewujudkan masa lalunya pada konteks sosial budaya kekinian yang terus berubah sebagai akibat transformasi nilai-nilai baru adalah suatu pergumulan yang tanpa usai.
Oleh sebab itu disini, ada baiknya, nilai manusia Suku Dani, Baliem Selatan masa lalu itu seperti apa dan mengapa kita mau sehingga selalu ingin mewujudkannya dalam masa kekinian (kontemporer), dikala zaman sedang berubah adalah tujuan tinjauan tulisan disini nanti. Nilai-nilai lama dihayati kini pada saat proses perubahan sosial terus terjadi yang berarti terkait dengan perubahan pandangan kepribadiannya dan terhadap orang lain.
Semua para ahli mengakui bahwa keseluruhan budaya Papua, yang masing-masing pandangan itu satu sama lain memiliki kesamaan, dalam memandang manusia dan asal kejadian manusia dimuka bumi sebagai nenek moyang awal berasal dari satu tempat. Perbedaan hanya dalam soal tempat. Karena masing-masing suku mengakui asal daerahnyalah asal mula semua manusia muncul dan menyebar ke seluruh dimuka bumi. Sehingga tulisan disini dapat mewakili salah satu dari semua persamaan pandangan itu. Kecuali perbedaan terletak pada lokasi, moeity (marga), klan, konfederasi dan aliansi perang suku.
Budaya Orang Dani, Baliem Selatan adalah suatu budaya yang berorientasi pada masa lalu. Orang Dani, Baliem Selatan senantiasa, dan selalu ingin mewujudkan masa lalu nenek moyang pada masa kekiniannya adalah suatu usaha senantiasa dan terus-menerus tanpa henti. Manusia Baliem Selatan memandang dirinya adalah manusia sejati (superior).Masing-masing clan menganggap dirinyalah yang asli tanpa memandang selainnya inferior (rendah). Karena itu Orang Dani Baliem Selatan tidak ada sikap ketundukan ataupun membudak pada orang lain selain dirinya. Peninjau asing mengakui ini sebagaimana berikut :
"Dr. H.L. Peters yang menulis disertasinya mengenai kebudayaan Balim berjudul “Some observation of the social and religious life of a Dani-Group” (1975) dalam salah satu kunjungan selama enam bulan di Balim, berkesan bahwa, 'biasanya orang Balim mengurus hidupnya sendiri dengan baik dalam bermacam-macam situasi. Mereka menyelenggarakan pesta-pesta raya dan menjamu ratusan tamu secara tertib. Penampilan asli orang Balim pada umumnya menunjukkan bahwa mereka tahu harga diri. Dalam cara hidup mereka tidak tampak sikap membudak atau menundukkan kepala kepada orang lain atau siapapun juga. Mereka lebih sering mengambil inisiatif sendiri dan tidak mengenal struktur-struktur yang ditata rapi dan harus menantikan perintah dari atas'. (Myron Bromley, dalam Astrid S. Susanto-Suario, 1994)
C. KEKERABATAN
Masyarakat Baliem Selatan, tidak menamakan dirinya dengan nama Suku Dani. Tapi menyebut dirinya dengan nama masing masing nama sungai yang mengaliri wilayah disekitar daerahnya. Kecuali itu penyebutan nama Suku Dani adalah asing bagi mereka. Namun penyebutan orang Baliem/Palim yang berasal dari nama Sungai Balim, yang dalam lisan (logat) Balim Selatam Suangai Palim adalah benar dan berdasar. Karena itu umumnya masyarakat Jayawi Jaya di Lembah Balim Wamena, masing-masing menyebut dirinya dari nama sungai seperti Pelewaga berasal dari nama sungai Peleima, welesi dari nama sungai Uweima, Sinata (kini Megapura) adalah dari nama pohon Sin, Hepuba berasal dari nama sungai Hepuima/Wiaima,dan Hitigima dari nama hitigima.
Masyarakat Baliem Selatan dari semua daerah dengan nama masing-masing daerah tersebut diatas adalah suatu gugusan desa-desa atau kesatuan wilayah dengan pola kekerabatan menjadi terikat satu sama lain dan membedakan diri satu sama lain berdasarkan masing-masing gugusan kelompok tempat tinggalnya, clan, marga (Nyukul Oak, moiety), konferdeasi perang dan aliansi.
Masing-masing kelompok terdiri dari dua belahan moety (belahan) yang diatur dalam pola perkawinan secara teratur. Dua belahan moety adalah memungkinkan kedua bela pihak saling melindungi, menghidupi dan berkembang dalam pola perkawinan yang teratur bersifat patriarki. Hal ini diungkapkan dalam ungkapan sehari-hari dalam sapaan diantara mereka seperti :
"Nahgosa (mamaku), neak (anakku)".
Ungkapan demikian ini diucapkan sesama lelaki yang artinya “mamaku”, “anakku”, yang secara konfensional adalah sapaan umum terhadap perempuan. Ungkapan seperti ini mengandaikan; tanpamu aku tiada, dan akupun tiada tanpamu atau tanpaku engkau tiada. Engkau penyebab keberadaanku. Suatu pola hubungan kekerabatan yang erat dan saling menghidupi, bagi keberlangsungan etnisitas mereka.
D. KEPEMIMPINAN(BIG MAN)
Seorang Kepala Suku adalah orang yang berani dalam memimpin pertempuran perang suku dan mampu memimpin warganya dalam keadaan sulit.Sehingga kepemimpinannya adalah hasil prestasi sendiri. Seorang kepala suku sebagai pemimpin bukan karena warisan. Karena itu seorang Pemimpin Suku Dani Baliem Selatan, sebagai kepala suku, orang besar, adalah jika terdapat hal-hal berikut ini untuk dapat menaikkan bintang nama kepemimpinannya sebagai pemimpin adalah : Pengakuan akan keberaniannya memimpin perang suku, berani mengambil keputusan dalam keadaan sulit, kualitas pembicaraan yang baik/kepandaian berdiplomasi, bersikap lemah lembut kepada semua orang besar kecil, dan selalu tahu segala soal.
Tapi keberanian berperang dan ketepatan mengambil keputusan dalam kesulitan, adalah kepribadian paripurna (par exelence)seorang pemimpin dalam tipologi masyarakat suku Dani Baliem Selatan. Seorang Pemimpin Jayawijaya, Suku Dani Baliem Selatan adalah seseorang yang memimpin pesta adat di Honay dan memiliki hubungan yang luas dimasyarakat.
Seorang pemimpin Jayawijaya adalah orang yang tidak memandang orang lain rendah. Tapi menghormati semua orang tanpa memadang usia dan jenis kelamin, suku, marga dan menerima tamu dengan layak. Pemimpin Suku Dani adalah seseorang yang mengaku dirinya kepu (orang biasa)dan dengan warga suku lainnya tidak merendahkan. Tidak membanggakan dirinya sebagai orang besar. Tapi dapat bergaul baik dengan semua lapisan masyarakat. Dapat dimintakan jasanya dan dikunjungi waktu kapan saja. Memberikan miliknya yang berharga dan bernilai dimasyarakat.
E. RELIGI
Konsepsi (Pandangan), Suku Dani, Baliem Selatan mempercayai bahwa manusia pertama muncul dari daerah Maima. Namun sesungguhnya yang lain meyakini dan merahasiakan asal mula manusia Baliem muncul dimuka bumi. Masing-masing marga mengakui daerahnya dan tempat keramatnyalah sebagai asal dan awal mula tempat manusia keluar. Tapi mereka umumnya mengakui dan merahasiakan pada orang lain, dari keturunanya, yang bersifat patrineal. Masing-masing clan menjaga dan pantangan memberitahukan kepada diluar clan sendiri, bahwa dari tempat dan daerahnyalah asal mula semua manusia seluruh penjuru dunia.
Tempat awal mula manusia muncul dari sebuah lubang gua. Tapi karena sejarah konsepsi religi Manusia Balim adalah rahasia bagi orang lain, apalagi orang luar, maka penyebutan dari lokasi mana adalah suatu kerahasiaan masing-masing marga. Sebahagian menyebut manusia awal mula muncul dari daerah Wesapot (kini Kecamatan Hitigima, dekat muara sempit sungai Baliem/arus air deras).
Tapi ada orang yang lebih tua yang memikili pandangan lebih luas/bijaksana dan lebih mengetahui, mengatakan; "Manusia muncul awal mula dimuara sungai antara Baliem dan Eageima". Tempat itu kini ditutupi oleh sungai Eageima (Eagenyma). Nama daerah itu kini disebut dengan nama :
"Wesapot, yang artinya; "dibelakang keramat"/"rahasia dari ada". Terdiri dari dua kata yaitu : Wesa = "keramat/rahasia/tabu/tidak boleh". Apot = "dibelakang, "tertutup (rahasia)". Jadi Wesapot artinya; "dibelakang semua (rahasia), atau “dibalik rahasia”.
Tatakala manusia mula-mula muncul dari lubang itu,anusia yang paling pertama keluar adalah mereka yang menepati dan menguasai area lokasi daerah ini. Informasi tentang kejadian (Genesis) adalah suatu rahasia bagi suku dan marga diluar marga pemilik cerita mythologi. Tapi ditempat ini, Wesapot, kini masih ada sisa-sisa jejak manusia awal itu.
Bukti-bukti sederhana misalnya saja kita sebut, kalau boleh, dan kini dapat disaksikan masyarakat umum Jayawi Jaya. Dimasa silam manusia asal yang di sebut dengan nama Naruekut dapat diditemukanada disini. Jejak-jejak manusia asal dimasa lalu dengan sisa-sisa jejaknya dapat ditemukan masih ada di daerah Wesapot dan sekitarnya daerah Hitigima. Ukumearik (Olokoma) adalah salah satu bukti dari daerah ini. Ukumearik, Kepala Suku Besar (big man) dari Lembah Baliem yang menerima Injil pertama utusan Missionaris dari Amerika didaerah ini sebagai bukti bahwa daerah ini adalah daerah penuh rahasia masa lalu existensi manusia Baliem Selatan.
Maka daerah Hitigima dan terutama sekitar Wesapot dianggap oleh warga Suku Dani Baliem Selatan sebagai daerah keramat yang "ditakuti"/dihormati, daerah asal mula nenek moyang manusia pertama muncul. Ukumearik adalah kepala Suku terbesar dan paling utama dari semua kepala suku Lembah Baliem yang pernah lahir dan muncul dalam sejarah manusia Baliem dari daerah ini.
Menurut Miron Bromly, Missionaris asal Amerika, sekaligus ahli bahasa dan antropologi yang kini masih hidup di Wamena, yang menerjemahkan injil dalam bahasa Baliem Selatan (Tangma, Kurima); menjelaskan bahwa Orang Baliem Selatan, memandang matahari dengan rasa takut sekaligus dengan rasa hormat. Karena itu orang-orang yang lebih "mengerti" tidak lama-lama memandang matahari. Simbol matahari terkait erat dengan benda sakral yang hinggi kini disimpan didalam lemari (ka'kok),Honay pria. Benda yang disimpan didalam lemari Honay Pria adalah berupa batu hitam, sejenis dengan axe (batu hitam).(Kebudayaan Jayawijaya 1997).
Batu jenis ini pada masa lalu dapat pula dibentuk menjadi kampak, mahar perkawinan dan kematian. Dalam bahasa Dani batu serupa ini disebut dengan nama "Ye Eken". Tapi Ye Eken berbeda dengan Hareken sebagai simbol kekeramatan yang padanya bergantung segala pandangan baik-buruk, kesuburan dan satu-satunya benda yang dihadirkan dan diarahkan dari semua aktivitas hidup dan kehidupan manusia Baliem.
Hareken dapatpula disebut dengan nama tugi/tugieken. Nama ini arti sebernarnya terkait dengan nama manusia awal. Manusia awal yang dianggap sebagai "Tuhan" dalam religi manusia Baliem Selatan itu adalah asal nenek moyang yang telah pergi naik kelangit. Manusia asal itu kini menjadi matahari dan menerangi manusia di bumi. Maka matahari ada hubungannya dengan benda keramat yang disimpan di Honay keramat pria. Honay tempat dimana terdapat benda "tugi atau hareken" dinamakan dengan "kanekala atau tugiaila".
"Hareken" terdiri dari dua kata yakni Har = Engkau Yang Maha. Eken = Inti/Pusat. Jadi hareken adalah "Pusat dari Engkau yang Maha Mengatasi/Maha Melampaui dari semua yang ada". Tapi pengertian lain dari terjemahan "hareken/Tugieken" sebagaimana dalam buku Kebudayan Jayawijaya; Myron Bromly, menerjemahkan pengertian "Hareken/Tugiken" agak lain atau sama dengan; Pengertian; Wesapot, "dibelakang rahasia".
Jadi, "dibelakang dari ada" atau "Hareken" adalahsesuatu dibalik dari ada". Hal ini dapat di ungkapkan dengan kalimat dalam bahasa Baliem Selatan sebagai berikut : “Yimeke Timeke Timeke Ero Pakiat Atukenen” ; artinya Sumber segala sumber berasal. Maka "Kaneka atau tuguken" adalah yang dimaksudkan dengan "sumber segala sumber segala sesuatu berasal".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar