Rabu, 19 Maret 2008

JALAN MASIH PANJANG

A. AKSI MANUKWARI

Dalam beberapa minggu yang lalu saya menulis sebuah atikel dengan judul: "Pembebasan Pemikiran Lebih Penting, sebagai Catatan Untuk Saudara HW"; namun inti pesan yang ingin disampaikan sesungguhnya umum bagi pejuang pergerakan Papua. Tulisan ini sebagai kelanjutan (atau untuk melengkapi) dari tulisan itu, dan selebihnya subyek tulisan sesungguhny ingin menyikapi beberapa aksi di kota Manukwari sebagai suatu cacatan kritis.

Aksi demontrasi tuntutan referendum dan penolakan Otsus Papua (karena Otsus gagal) oleh mahasiswa dikota pertanian, Manukwari, menunjukkan tidak terencana dan terkoordinasi secara baik, sehingga aksi serentak mahasiswa di seluruh kota study, sebagaimana harusnya, malahan aksi mahasiswa oleh Sonamapa, di Manukwari, sebaliknya, hanya sendirian. Karena aksi sama tidak diikuti oleh organ perjuangan mahasiswa lain dikenal punya nama selama ini semisal AMP, Front PEPERA, AMPTPI dll secara serentak. Bahkan aksi mahasiswa di Manukwari tidak diikuti sejumlah mahasiswa lain di Papua sendiri misalnya mahasiswa dari kampus UNCEN Jayapura. Hal itu terlihat kekurangannya misalnya : tidak terencana secara matang, menyeluruh,serentak dan kompak tapi lagi-lagi hanya parsial.

Malahan AMP Surabaya mengganggap Sonamapa belum pernah membangun pendidikan politik di tingkat akar rumput, serta mematangkan konsep perjuangan revolusi secara konprehenshif lebih dulu kepada masyarakat Papua secara menyeluruh. Kritik AMP Surabaya itu sesungguhnya secara substansial sama dengan catatan saya pada bung HW, beberapa waktu lalu. Esensi permasalahan dalam tulisan saya ini dengan AMP Surabaya sama yaitu bahwa kelemahan aksi mahasiswa oleh Sonamapa, tidak berkoordinasi dengan mahasiswa di kota study lain. Bahkan Sonamapa selama ini tidak pernah membangun perangkat sistem revolusi secara baik kepada seluruh mahasiswa dan kepada rakyat Papua menyeluruh, sebagai bagian dari pendidikan politik.

Karena kalau kita mau bergerak maka yang terpenting adalah gerakan secara revolusioner dengan melibatkan seluruh komponent komunitas Papua, karena itu pendidikan politik amatlah penting diperhatikan untuk didahulukan (karena didalamnya termasuk pembebasan pemikiran), maka hasil yang akan didapatkan lebih dasyat dari pada secara sendirian seperti Sonamapa di manukwari sekarang ini. Oleh sebab itu kedepan kita berkewajiban mempersiapkan dulu perangkat revolusi bahkan kita harus mengkaji lebih dulu epistemologi revolusi untuk mendapatkan hasil yang maksimal, sehingga tidak salah menerjemahkan atau salah memahami terminologi revolusi, yang akhirnya kita hanya terus terjebak pada aksi secara partial, dangkal, tanpa melahirkan revulusi yang dalam arti sesungguhnya dalam gerakan Papua.

Demikian menurut AMP Surabaya, --dan juga penulis disini melihatnya demikian kelemahan aksi mahasiswa Manukwari --dan tegurannya pada Sonamapa, (hal itu nampak dalam perdebatan dengan Herman Wainggai), agar kedepan sebelum aksi dilapangan harus membangun dulu basis massa agar revolusi dalam arti sebenarnya dapat melahirkan akibat lebih besar dan menyeluruh dari pada selalu partial dan gagal terus tanpa didukung semua segmen rakyat Papua. Lebih lanjut, AMP Surabaya menganggap ada pihak yang mengatasnamakan mahasiswa karena tidak melakukan koordinasi semua element perjuangan mahasiswa Papua di sejumlah kota study baik di tanah jajahan maupun di lain kota Indonesia (lihat dimilis ini perbedaan pendapat antara AMP Surabaya dan Herman Wainggai).

B. SIKLUS PERMASALAHAN

Karena itu wajar dikatakan disini aksi "segelintir" mahasiswa. Karena aksi demontrasi tidak melibatkan semua mahasiswa Papua seluruh kota study. Maka kata yang cocok di lekatkan pada aksi mahasiswa yang disponsori oleh Sonamapa di kota Manukwari adalah aksi "segelintir" mahasiswa. Sehingga aksi itu kurang mendapat liputan media massa.

Mengapa media nasional Indonesia baik elektronik maupun cetak, sepi dalam peliputan aksi mahasiswa yang di koordinasikan Sonamapa di Manukwari? Ada tiga alasan mendasar, yaitu:

1. Aksi Sonamapa tidak melibatkan mahasiswa secara menyeluruh disemua kota study dan terutama koordinasi dengan organ perjuangan yang selama ini sering aksi turun kejalan.

2. Sosialisasi program kerja dan visi misi WPNA pada segment mahasiswa didalam negeri oleh Sonamapa kurang diperhatikan (luput) ke sejumlah organ-organ perjuangan mahasiswa dan juga sejumlah kampus di dalam negeri Papua.

3. Sonamapa melakukan kerja aksi terkesan terburu-buru, tanpa perencanaan secara matang, koordinasi dengan mahasiswa kota study lain.

4. Jarak waktu sosialisasi program kerja WPNA sangat pendek, akhirnya aksi mahasiswa oleh sonamapa, sebagai pemegang madat program kerja WPNA terkesan buru-buru. Sonamapa ingin hasil cepat. Tapi tanpa perhitungan untung rugi, tanpa pikir panjang, secara terburu-buru tanpa pembangunan basis massa agar penguatan di akar rumput rakyat termasuk koordinasi dengan lembaga-lembaga perjuangan yang sudah survive selama ini dilibatkan atau dikoordinasikan terlebih dahulu.

Akhir hasilnya aksi mahasiswa Sonamapa Manukwari menjadi lemah dan gagal didukung oleh semua gerakan perjuangan Papua. Bahkan sepi dari peliputan media massa dan tanpa perhatian serius oleh rakyat Papua, sehingga tidak didukung oleh semua organ perjuangan Papua. Perjuangan yang dikoordinasikan Sonamapa akhirnya pincang, parsial, tidak komprehenshif sekaligus.

Padahal jika diperhatikan program kerja serta visi misi WPNA dimilis Simpa yang lalu cukup indah, sistematis, ter-organisir, ter-struktur rapi dan itu memuaskan kita semua pihak yang selama ini mengerti betul akan kelemahan sendiri dalam meng-organisir gerakan secara mapan dan sistematis yang dimiliki dan dialami gerakan Papua merdeka sebelum ini.

Namun aksi tanpa melibatkan semua element perjuangan dan pembangunan basis massa secara kuat di akar rumput hasilnya sudah ditebak duluan disini yaitu kegagalan yang kesekian kalinya. Pergerakan dianggap matang dan memadai pada dirinya apabila di dukung oleh seluruh rakyat (mahasiswa, intelektual, agamawan, petani dan semua organ gerakan perjuangan dapat terkoordinasi secara baik) adalah suatu tekhnik kerja organisasi. Dan kemampuan bagaimana berkoordinasi dengan sesama pejuang, mahasiswa, dan rakyat akar rumput dapat berhasil, jika tidak pasti gagal dan kita hanya mengantarkan beberapa anak-anak mahasiswa ke penjara penjajah lagi.

Padahal apa yang mau dimaksudkan sebagai program kerja dan didalam negeri di mandatkan pada Sonamapa dan itu dipaparkan dalam program kerja dan visi misi WPNA sesungguhnya sangat bagus, bahkan tidak kurang dari Dr Don Flassy mengapresiasi susunan program kerja dan visi misi WPNA itu sebagai susunan struktur organisasi sebuah gerakan perjuangan paling sistematis, modern, terstruktur dan mapan. Sehingga susunan program WPNA adalah organisasi terbaik yang pernah ada sesudah kongres ke II Papua dan dimiliki orang Papua. (Tapi saya menganggap keanggotaan tidak merepresentasikan cultural bangsa Papua sesungguhnya).

Namun sayang sekali hal itu tidak ditunjang oleh pembangunan dan penguatan gerakan massa diakar rumput. Masalahnya adalah ketika mahasiswa menggelar aksi, hal itu tidak ditunjang oleh mahasiswa lain di masing-masing kota study, demikian juga oleh seluruh rakyat Papua, rakyat malahn sibuk urus pemekaran dan elit Papua sibuk lobby pemekaran ke Jakarta dan yang lain sibuk cari makan, cari kerja dalam otsus Papua dengan uang melimpah, ketimbang berurusan dengan penjara dan mati ditembak TNI atau dituduh pasal makar penjajah dan lain-lain stigma separatisme menakutkan sebagaimana selama ini sering mereka alami.

Sonamapa terjebak pada parsialisme gerakan perjuangan Papua tanpa perencanaan matang (koordinasi, konsolidasi, sosialisasi) sesama organ perjuangan, seperti PDP, DAP, DEMMAK, TPN, OPM dan Front PEPERA, AMP, AMPTPI dan sejumlah kampus di tanah jajahan serta seluruh rakyat tanah Air Papua. Padahal harusnya Sonamapa sebagai sayap dari WPNA sebagaimana paparan program kerja, harus sosialisasi program kerja lebih dulu. Maka dengan sendirinya aksi sonamapa gagal, dan hanya mengantarkan beberapa teman mendekam di penjara.

Padahal aksi perjuangan kemerdekaan selalu diingatkan selama ini yaitu harus melalui perencanaan matang, serentak, terkoordinasi, dengan semua organ perjuangan, massa rakyat dan mahasiswa, agar aksi dan pengorbanan tidak sia-sia dan memakan waktu lama lagi. Aksi terencana dan serentak penting dan perlu karena memperpendek jarak dan waktu proses percepatan jalan menuju pembebasan Papua secara menyeluruh. Aksi dapat berhasil apabila dapat terkoordinasi seluruh kota study oleh mahasiswa dan rakyat negeri di tanah jajahan. Tanpa ada koordinasi dan serentak melibatkan semua komponent perjuangan, hanya bunuh diri, gagal.

Kalau aksi mahasiswa Sonamapa Manukwari didukung dan berkoordinasi seluruh element gerakan perjuang seluruh kota study, jalan menuju Papua sebenarnya dan seharusnya hanya selangkah lagi, sebab hal demikian di Amerika sana juga di lakukan oleh Mavega dan Donald Payne agar soal Papua ditetapkan dalam sidang tahunan organisasi dunia PBB.

C. JALAN MASIH PANJANG

Jika Sonamapa tidak berkoordinasi dan memusatkan perjuangan hanya dikota Manukwari, dan mahasiswa di kota study lain diam, maka jalan menuju Papua Merdeka masih panjang, maka sebaiknya aksi dan gerakan dimulai secara serentak terkoordinasi agar didukung oleh semua element pejuang Papua. Hal demikian akan menjadi perhatian peliputan media nasional dan internasional, sebagai sarana pembangunan opini, sehingga sekaligus mempermudah masuknya masalah Papua pada agenda pembahasan sidang PBB tahunan.

Jika aksi kemerdekaan hanya segeleintir anak-anak mahasiswa seperti saat ini terjadi di Manukwari dan dituduhkan pula dengan pasal makar, dan kita yang lain diam seakan tidak perduli, anak-anak kita masuk penjara, selesai itu masalah didiamkan lagi, mereka tetap dipenjara dan masalah Papua tidak masuk agenda sidang PBB menjadi rugi dua kali lipat. Akhirnya jalan menuju Papua menjadi terulur-ulur terus, jalan menuju Papua merdeka masih panjang.

Jika demikian yang selalu dan senantiasa didapati dalam pergerakan perjuangan Papua maka selain jalan masih panjang, kita sesugguhnya menempuh jalan membinasakan diri. Kepada kapitalis dan kolonialis bagai mendapat terus kesempatan meperpanjang prestasi kejahatannya pada diri kita. Kita jika melakukan perlawanan pada penjajah kalau tidak serentak, kompak, bersama, semua kekuatan organ perjuangan maka sama saja kita bunuh diri, memberi kesempatan penjajah untuk terus menjajah kita tapi juga kita sendiri terus untuk dipunahkan selamanya.

D. POTONG KOMPAS

Tidak bisa tidak! Jalan untuk memperpendek jalan perjuangan adalah membangun gerakan perjuangan dengan kerja organisasi, persis mau dimaksudkan disini adalah program kerja dan visi-misi sebagaimana yang sudah dipaparkan oleh WPNA dimilis ini beberapa minggu yang lalu. Hanya kelemehannya adalah jika hal itu dalam praktek lapangan tidak di tindak lanjuti secara persis sama program WPNA oleh rakyat Papua bersama-sama maka akan gagal terus. Apa yang dimaui WPNA akhirnya tidak sampai, gagal ditengah jalan.

Kelemahan demikian ini diperlihatkan mahasiswa Manukwari oleh Sonamapa, adalah sangat riskan, adalah kesalahan dalam menerjemahkan suatu program kerja yang disusun secara baik namun jika tidak ditunjang kualitas SDM, dan kemampuan memahami serta menerjemahkannya dalam aksi lapangan, maka hasilnya sama saja seperti mengantarkan beberapa teman ke penjara kolonial. Sonapa masih punya kesempatan terus membangun konsolidasi dan berkoordinasi terus dengan semua element gerakan utamanya dari mahasiswa seperti Front PEPERA, AMP, AMPTPI, dan rakyat Papua, Demmak, TPN/OPM, PDP, Dewan Adat Papua, dll. Maka sungguh, jalan menuju Papua Merdeka akan menjadi pendek.

Jalan pintas menuju Papua merdeka akan segera sampai, kita akan segera tiba di stasion akhir perjalanan perjuangan selama ini yang cukup panjang dan melelahkan. Dengan koordinasi akan melahirkan aksi serentak, itu sama saja artinya potong kompas, untuk cepat segera sampai pada tujuan, jalan menuju pembebasan Papua. Karena cara kerja demikian lebih prospektif daripada kerja bakti sendirian, namun hasilnya selalu gagal karena sporadis dan partial sebagaimana sebelum ini kita alami.

Kerja koordinasi, terprogram, terkonsolidasi, dengan milibatkan semua penduduk, organisasi perjuangan, melakukan aksi serentak, sesungguhnya tidak lain dari potong kompas atau memperpendek jalan panjang perjuangan, karena akan segera dielaborasi dua anggota kongres Amerika dan Forum Pasifik utamanya Vanuatu tetap akan mendorong sebagai solidaritas Melanesia dalam sidang PBB, tentu semua negara Afrika dan Amerika Tengah (black Caukus), diharapkan akan mendukung Papua dalam sidang tahunannya nanti. Aksi pelibatan seluruh rakyat secara serentak akan mempengaruhi internasional dan peliputan media massa, pembahasan dalam agenda di PBB atau didukung anggota negara sangat ditentukan disini.

Untuk tujuan ini maka elaborasi aksi yang dimulai Manukwari oleh Sonamapa, harus didukung dan diikuti juga dengan aksi sama oleh semua mahasiswa dan rakyat dengan tuntutan sama yaitu referendun dengan mengembalikan otsus Papua menjadi tema aksi dan alasan tepat yang sangat masuk akal dan kesempatan Papua kalau mau menuju jalan pintas membebaskan diri dari kehinaan dan penistaan para penjajah. Hanya lagi yang kurang diperhatikan Sonamapa kemarin adalah tanpa ber-koordinasi dan mendorong kawan seperjuangan lain melakukan aksi sama di masing-masing tempat adalah kelemahan Sonamapa. Jika dikoordinasi dan semua konsolidasi dalam satu barisan perjuangan Papua menolak Otsus Papua dan minta gelar referendum, pasti Jakarta kelabakan dibuatnya.

Disini berarti kita berbicara soal bagaimana mengakhiri nasib tak tentu Papua, tidak hanya berharap pada dua kongresmen Amerika yang menguntungkan kita itu saj, tapi kita sendiri melakukan apa, baik di kota study bagi mahasiswa Papua dan rakyat sendiri ditanah jajahan, adalah suatu keniscayaan kalau bukan kewajiban kita saat ini yang harus diperhatikan untuk perbaikan kedepan. Jikalau Papua mau merdeka segera sekarang maka salah satu kalau bukan satu-satunya jalan yang terbuka lebar adalah melanjutkan kembali dengan meprogram kembali, waktu, tanggal dan hari dan menindak lanjuti aksi-aksi sama secara serentak di seluruh pelosok negeri dan kota study diman orang Papua berada.

E. KESIMPULAN

Sebelum tulisan ini mau diakhiri disini, lebih dulu ingin mengomentari kekurangan/kealpaan aksi Sonamapa dan program kerja WPNA yang sudah bagus itu begini kelemahannya : Aksi mahasiswa Manukwari sudah seharusnya, hanya kelemahannya, Pertama, tanpa koordinasi dengan semua kekuatan element perjuangan, sehingga tidak di tindaklanjuti mahasiswa di kota study lain. Kedua, Sonamap terburu-buru, instant, tanpa pikir panjang untung-rugi serta akibat-akibatnya. Demikian itu misalnya juga terlihat dari tidak adanya peliputan media massa ditingkat nasional, malahan sepi dari perhatian publik.

Padahal aksi sama oleh mahsiswa kota study lain penting, karena dua orang kongresman Amerika sudah menyurati Paitua SBY-JK, dan surat sama disampaikan juga kepada Sekjen PBB agar masalah Papua di agendakan dalam pembahasan sidang tahunan sehingga Papua menjadi agenda sidang tahunan PBB nanti. Jika aksi terus menerus digelar, ibarat kata Malcom X, "Jika kamu menginginkan sesuatu, maka buatlah "keonaran" sejadi-jadinya, maka pasti apa yang kau inginkan akan dapat".

Oleh sebab itu aksi bersama rakyat bangsa Papua diprogram kembali dengan melibatkan kalangan lebih luas atau kalau perlu seluruh rakyat Papua. Maka saya yakin perhatian dunia akan tertuju ke Papua dan akhirnya kita mengakhiri penjajahan sesegara mungkin untuk keluar dari penjara NKRI, menuju pembebasan Papua secara menyeluruh, merdeka.

Diharapkan kedepan, disamping menunggu kepastian panitia summit Fasifik di Vanuatu, sebaiknya aksi-aksi Sonamapa harus didukung dan terus digelar diseluruh kota study oleh mahasiswa Papua dan oleh semua organ perjuangan tanpa kecuali. Demikian juga wajib di lakukan oleh organ perjuangan rakyat di tanah jajahan misalnya Demmak, PDP, Dewan Adat, OPM/TPN kota (seluruh rakyat Papua).

Tapi apakah kita sebelum ini sudah membangun perangkat untuk melibatkan semua rakyat sampai diakar rumput, semua kabupaten dua propinsi, pantai-pegunungan, utara-selatan, kota-kampung? Mohon maaf tulisan ini tidak memberikan sesuatu apa, solusi, hanya menambah masalah yang sudah menumpuk. Intinya penulis disini sama dengan Sonamapa, jika masuk penjara maka semua masuk penjara lebih baik daripada hidup terhina. Pilihan kita sekarang, BANGKIT MELAWAN ATAU TUNDUK DITINDAS! Itu saja masalahnya sobat!

Tidak ada komentar: